Pages

Followers

Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Container Icon

#HalloweenKino - Telepon Misterius

#HalloweenKino

Telepon Misterius

            Kertas itu masih hangat, bekas proses foto copy. Aku membetulkan kacamata yang nyaris melorot karena hidungku bisa dibilang terlalu menjorok ke dalam. Lalu aku menyabetnya dari bangku sembari berlari tergopoh-gopoh menuruni anak tangga menuju lantai dasar. Guru pembimbing dan teman-teman sudah menungguku di ruang laboratorium biologi. Setengah ngos-ngosan, aku memutuskan duduk di antara kedua orang teman yang sedang mempelajari materi untuk presentasi. “Cepat dihafalkan!” Rosa menyenggol lenganku. Padahal aku sadar sedari tadi tanganku masih menggenggam kertas foto copy-an itu, namun tak kunjung menghafalnya. Ya mungkin karena aku butuh istirahat setelah lari-lari tadi.

            Besok adalah hari di mana kami akan bersaing dengan peserta-peserta lain dari berbagai sekolah menengah pertama. Besok kami mengikuti lomba di ITS, oleh sebab itu hari ini kami berlatih dulu. Seusai berlatih presentasi, kami memesan soto ayam dari luar sekolah. Awan semakin gelap, gerimis turun membasahi tanah lapang. Aku, Rosa, dan teman lainnya menyendok sesuap nasi soto ayam sambil menyaksikan turunnya hujan. Namun tiba-tiba salah seorang di antara kami seperti ketakutan melihat salah satu kelas nampak gelap, menyeramkan, dan seolah ada sosok di dalam sana. Kami mencoba mengendalikan diri dengan berpikir positif. Menyakinkan diri bahwa tak ada apa-apa di sana. Suara adzan isya berkumandang. Panggilan untuk menunaikan sholat menggugah kami untuk menghentikan latihan presentasi ini sejenak. Ibu guru menggiring kami menuju masjid milik sekolah yang letaknya di belakang. Sepasang kakiku mengalun mengikuti ke mana langkah kaki ibu guru. Suasana malam itu terkesan sepi, tegang, dan merasa diawasi. Tapi entahlah siapa yang mengawasi. Sungguh, aku semakin takut karena sama sekali tidak ada penerangan di tempat wudhu.

            Ibadah sholat isya’ kulakukan dengan penuh fokus pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Namun di tengah perjalanan, keimananku goyah. Angin bertiup kencang hingga mukena bagian belakang menyingkap ke depan dan menutupi pandanganku. Sekujur tubuh rasanya bergemetaran, ingin menangis tapi takut ibadahku batal. Akhirnya kuberanikan diri melanjutkan sampai selesai. Cepat-cepat kulipat mukena, bersegera menyeret teman-temanku kembali ke dalam ruang laboratorium biologi.


            Semasa SMP, aku tidak diperbolehkan membawa hape. Tak ada seorang pun dari temanku yang membawa hape. Aku kebingungan bagaimana caranya menghubungi orangtua agar tidak mengkhawatirkan keadaanku. Ibu guru mengijinkan kami menggunakan telepon sekolah yang lokasinya ada di ruang staf. Ruang staf nampak sepi, suram, penuh kertas-kertas bertumpuk di ujung ruangan. Jendela kaca bagian dalamnya menghubungkan dengan lokasi tempat berwudhu. Aku memejamkan mata, terus-menerus meyakini diri sendiri bahwa tak akan ada apa-apa. Begitu menemukan teleponnya, aku langsung menekan nomor yang sudah hafal di luar kepala. Ada suara seorang wanita nyinden di seberang telepon. Lembut, sedikit nyelekit di gendang telinga. Seingatku, ibu tidak pernah memakai RBT atau suara-suara apapun. Apa ini? Pendengaranku sedang mengalami kesalahan-kah? Aku semakin terusik dengan suara aneh itu, seketika kulempar pada Rosa. Rosa juga mendengarnya. Jelas! Kemudian karena saking tak percayanya, Rosa mencoba menekan nomor rumahnya. Ternyata yang keluar adalah suara yang sama! Suara wanita nyinden. Kami semua bergilir menjajal satu per satu, dan tetap saja suara itu masih mengganggu. Glek! Aku menelan ludah menghadapi kenyaatan itu. Bulu kudukku merinding. Mataku berangsur-angsur memandangi jendela kaca lalu beralih memandangi raut wajah teman-teman yang ketakutan. Rosa pun meletakkan gagang telepon, kemudian tanpa diberi aba-aba, kami lari terbirit-birit. Kami menceritakan pada bu guru. Namun bu guru sama sekali tidak percaya, “Ah, itu halusinasi.” Kami masih ketakutan setengah mati. Bu guru pun ingin membuktikan kebenarannya. Beliau masuk ke ruang staf, menghubungi nomor rumahku. Anehnya, langsung tersambung. Begitu juga ketika menelepon nomor rumah teman-teman, langsung tersambung. Huh! Pengalaman ini tidak akan pernah aku lupakan. Aku sungguh begitu yakin teman-teman semasa SMP-ku juga tidak akan melupakan kejadian misterius ini.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar