Pages

Followers

Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Container Icon

Cinta Ibu Sempat Kandas



Cinta Ibu Sempat Kandas

Aku tak mampu mencercah makna. Aku tak sanggup mengurai derita, sebagaimana beliau merasakannya. Hal yang tak bisa terelakkan dan tergadaikan. Bulir airmata itu menggantung di ujung pelupuk. Sementara hati berusaha bertahan meski melapuk.
"Ibu, jangan menangis. Ayah pasti segera pulang!" Ujarku polos sembari merangkul tubuh ibuku. Perlahan, ibu meneteskan sebulir airmata. Turun dengan sempurna melewati permukaan pipi. Mencipta kelokan-kelokan tak beraturan, kemudian hilang melesat melewati dagu.
"Ibu tak pernah tahu, siapa yang salah di antara kedua orangtuamu ini, Nak. Jadi, bagaimana mungkin Ayahmu akan kembali?" Ibu mengelus-elus pundakku penuh kasih sayang. Aku bisa merasakan kejanggalan. Merasakan hilangnya secuil harmoni dalam sekerat batinnya. Kini hanya derita yang bertahta. Namun, apa yang dapat kulakukan? Saat itu, aku hanyalah bocah polos yang baru saja menetas dari bangku SD. Apakah aku harus menuliskan dengan tinta pesan damai? Aku tak tahu. Benar-benar tak tahu akan sesuatu yang seharusnya aku tahu.
"Sudahlah, Bu. Ayo, sekarang kita mencuci baju!" Ajakku, berusaha mengalihkan pembicaraan. Bukannya aku tak peduli dengan permasalahan kedua orangtuaku, hanya saja aku tak sanggup melihat ibu tak henti-hentinya meratap.
"Iya, Nak. Ayo kita mencuci!"
***
Semenjak kesalahpahaman di antara mereka, aku merasa bahwa jiwa selalu mengajariku. Hidup tak selamanya seperti ini. Terkadang, setiap manusia harus merengkuh. Dan terkadang pula, manusia harus menekan diri mereka untuk terus bertahan melawan hidup yang sekeras karang. Setiap jengkal kata, mengisyaratkan berbagai makna, bagaimana aku harus bertindak, dan bagaimana aku harus menyadari kenyataan. Setiap pulang sekolah, tubuhku tergerak tuk segera mencuci baju-baju ku dan baju kakakku. Sampai-sampai mengorbankan waktu belajar demi membantu ibu.
Sajadah merah menanti dengan simpuhku yang berongga asa. Bibir kecilku tak pernah berhenti melantunkan doa-doa sederhana pada Sang Kuasa. Karena aku percaya, di setiap terlahirnya kepahitan pasti ada jalan kebahagiaan. Dan setiap kepahitan akan terbalas oleh kedamaian.
"Ibu, aku janji akan membawa Ayah pulang! Indri sayang sama Ibu. Sangat sayang sekali, Bu!" Gerutuku di sudut ruangan seraya menitihkan air mata. Beberapa bulan kemudian, Tuhan telah menunjukkan lorong terang di balik kegelapan. Ya! Ayahku kembali pulang dalam jiwa yang utuh. Ayah dan Ibu berusaha merajut kembali cinta yang sempat kandas. Terima kasih, Tuhan. Aku tidak tahu bagaimana caranya bersyukur yang sempurna. Aku hanya mampu menjalani hidup sebagaimana Engkau telah menggariskannya dengan sketsa sederhana, namun kaya makna..

Biodata:
Aku terlahir dengan nama lengkap, Novelia Indri Susanti. Gadis berusia 17 tahun ini menuntut ilmu di SMA Negeri 21 Surabaya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar