Mengenalmu begitu memberi kesan berharga seolah inilah
momen hidup yang nggak akan pernah dimusnahkan. Sepanjang hari selalu diselingi
senyuman. Aku tersenyum dengan kata-kata lembutmu, akhi. Aku menyukai perhatian
dan guyonan kecilmu yang lucu. Setiap sabtu malam minggu aku menunggu sms
darimu, menanti penyemangat hidupku, seorang lelaki yang perlahan-lahan
menanamkan benih cinta.
Kamu datang bukan dengan seekor kuda putih seperti dongeng,
melainkan datang dengan apa adanya dirimu. Berbekal iman, akhlak, dan
keberanianmu. Kamu memberikan kebahagiaan seolah tak pernah berakhir. Kita
sama-sama dimabuk cinta, bermanja-manja melewati batas, melupakan waktu yang
berharga. Semakin hari, kau dan aku menginginkan hubungan ini berlanjut lebih
serius lagi. Namun ternyata keinginan mulia ini disusul dengan pertengkaran
kecil sepanjang malam. Permasalahan cemburu, dekat dengan orang lain, atau kesalahpahaman
lainnya. Kau dan aku makin hambar... Kau dan aku makin merasakan kehilangan
cinta. Satu per satu perasaan luntur. Tapi kita selalu mencoba belajar saling
mencintai lagi. Lagi. Dan lagi...
Entah karena apa, Tuhan menghadirkan kita dalam keadaan
marah, emosi berlebihan hingga suatu hari kita memutuskan pergi
sendiri-sendiri. Aku menangis, akhi. Aku tahu kau juga menangis. Aku mengerti
dadamu merasakan sesak yang mendalam. Aku tahu engkau menteskan air mata, meski
berulangkali kau coba menghapusnya begitu aku melihat. Akhi, maafkanlah
emosiku. Maafkanlah semua kekhilafan kita.
Maafkanlah masa lalu kita, meskipun tidak akan merubah
apapun di masa lalu. Setidaknya dengan maaf bisa menjadikan kita lebih kuat
dari sebelumnya. Akhi, aku salah ya, aku pikir mengenalmu tidak akan pernah
musnah, menaruh hati padamu tidak akan pernah berakhir. Nyatanya, kita sekarang
berpisah... ;( mungkin ini kesalahan kita... karena yang terlalu mencintai,
akan saling menjauh. Mungkin Allah cemburu dengan kita, sehingga inilah hukuman
yang pantas kita terima. Berpisah... Berpisah, akhi.
Seandainya saja di sana kamu tahu, Akhi. Aku nggak pernah
sedetik pun membencimu. Sedikit pun tak pernah meletakkan benih dendam di hati.
Aku sangat menghargaimu, Akhi. Aku tidak mau melupakanmu meski sekarang
keberadaanmu menghilang. Di sisiku sudah nggak ada kamu, kamu sudah pergi lama.
Kamu seakan pergi sejak kau berhenti mencintai aku. Yang perlu aku lakukan
hanyalah membiarkan hidup ini terus berjalan. Selangkah demi langkah melepaskanmu
tanpa harus dipaksa, Akhi.
Dengan begini akan terasa mudah... dengan begini aku bisa
lebih ikhlas. Dengan begini cintaku pada Rabbku tak mungkin terbagi. Ya Akhi,
jangan khawatirkan keadaanku di sini ya... rinduku sangat besar untukmu, dan kusimpan
rapat-rapat. Aku baik-baik saja, segenap hati kuluruskan niat untuk memperbaiki
diri. Kalau kita berjodoh, aku mau dipertemukan kembali dalam keadaan
sebaik-baiknya keadaan. Oleh karena itu Akhi, perbaiki dirimu juga ya...
Jangan selipkan cintamu padaku, sebelum pernikahan
itu berlangsung. Aku takut cinta kita adalah tiupan setan...
0 komentar:
Posting Komentar